Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh. Welcome to weblog LSM LISMIT

Urgensi Pembentukkan Akhlak Mulia

Jumat, 19 April 2013


“Barang siapa yang menginginkan kebahagiaan dunia, maka kuasailah ilmu, dan barang siapa yang menghendaki kebahagiaan akhirat, maka kuasailah ilmu dan barang siapa menginginkan kebahagiaan dunia dan akhirat, maka kuasailah ilmu.” (al hadits)

Ilmu, ilmu dan ilmu. Sampai tiga kali dikatakan apabila ingin menguasai segala sesuatu di kehidupan dunia dan akhirat, maka harus manguasai ilmu. Bahkan dalam salah satu keterangan, kita sering mendengar, serahkan segala sesuatu kepada ahlinya. Secara implisit, tentu saja serahkan kepada orang yang memiliki ilmu.

Sejak awal mulanya, tujuan pendidikan seperti yang tertuang dalam undang-undang sistem pendidikan nasional (UU Sisdiknas) adalah pendidikan berbasis Al Qur’an. Model pendidikan ini berlandaskan keimanan pada Alloh Subhannahu wata’ala yang bertujuan taqorrub (pendekatan diri) kepada-Nya.

Lebih lengkapnya, UU No 2 tahun 1989 tentang Sisdiknas pada bab dua pasal tiga menegaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agara menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan manjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Semua itu dapat diaktualisasikan melalui sebuah implementasi pengajaran pendidikan agama yang bisa dikategorikan dalam tiga metode, yaitu konsep ta’lim, ta’dib dan tarbiyyah. Ketiga metode tersebut merupakan konsep pembelajaran dalam pembentukkan akhlaqul karimah.

Pertama, konsep ta’lim sebagai proses penalaran dapat mengubah perkembangan akal manusia, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi paham, dari bisa menjadi hebat, bahkan dari bodoh menjadi pandai. Ta’lim diidentikkan dengan proses penggalian ilmu pengetahuan dan proses keterampilan berpikir (thinking skill).

Ta’lim lebih spesifik mengarah pada aspek kognitif manusia, diidentikkan dengan proses pengajaran pen-transferan ilmu pengetahuan terfokus pada perkembangan penalaran akal dan kecerdasan akal (intelegensia) manusia. 

Konsep kedua, ta’dib. Secara linguistik ta’dib merupakan isim masdar dari lafal addaba-yuaddibu yang berarti mendidik. Dalam kamus ilmiah populer, adab berarti kesusilaan atau nilai tingkah laku. Bahkan dikatakan addaba berarti sopan, berbudi bahasa baik, mengikuti jejaknya, beradab.

Secara kumulatif, ta’dib berarti proses pentransferan nilai-nilai moral dan budi pekerti, dalam istilah pendidikan, singkatnya berarti proses perbaikan moralitas siswa. Kalau dalam ta’lim hanya terfokus pada dimensi kognitif, ta’dib lebih memfokuskan pada aspek kejiwaan atau dimensi afektif manusia.

Terakhir adalah konsep tarbiyyah. Menurut gramatikal bahasa Arab, tarbiyyah merupakan isim masdar dari kata robba-yurobbi, yang artinya memelihara, memenuhi kebutuhan, menyempurnakan, pertumbuhan dan pengembangan. Dalam pengertian pertumbuhan dan pengembangan, proses tarbiyyah adalah proses menjadikan atau menumbuhkan.

Proses tarbiyyah tidak hanya fokus pada dimensi kognitif (penyampaian materi), tetapi juga mencakup dimensi afektif (pembinaan moral) dan motorik (pelatihan keterampilan) manusia.

Ta’lim, ta’dib, dan tarbiyyah merupakan konsep pendidikan utuh yang tidak dapat dipisahkan antara ketiganya. Ta’lim menekankan aspek penalaran dan perkembangan akal manusia, ta’dib memfokuskan transfer nilai-nilai moral dan akhlak karimah. Tarbiyyah menerapkan metode pendidikan lanjutan setelah ta’lim dan ta’dib.

Pendidikan adalah transformasi pengetahuan manusia. Pengaruhnya tidak hanya dapat mengubah kognitif, afeksi dan psikomotor, tetapi juga sosial budaya dalam lingkungan hidupnya.

Dalam konsepsi Islam, Al Qur’an adalah firman Alloh Subhanahu wata’ala yang diturunkan pada Rasulullah Sholallahu Alahi wassallam sebagai kitab kehidupan manusia. Al Qur’an surah Al Baqarah ayat 185 menjelaskan, “Al Qur’an adalah petunjuk bagi manusia,” agar manusia dapat melakukan perubahan-perubahan dalam kehidupannya.

Al Qur’an mengandung ajaran-ajaran Universal tidak hanya berbicara tentang hukum atau ajaran-ajaran dogmatis, lebih dari itu Al Qur’an memiliki rasa empati teramat tinggi terhadap masalah sosial, budaya, politik, ekonomi termasuk masalah pendidikan.

Dalam buku Wawasan Al Qur’an karya Quraish Shihab, disebutkan bahwa tujuan yang ingin dicapai dari proses pembacaan dan pengajaran adalah untuk pengabdian kepada Alloh Subhanahu wata’ala. Artinya, pendidikan perspektif Al Qur’an adalah upaya pembinaan manusia secara pribadi dan kelompok sehingga mampu menjalankan fungsinya sebagai khalifah sesuai dengan konsep yang ditetapkan Alloh Subhanahu wata’ala.

Ketiga konsep yang telah menjadi metode pembelajaran tersebut dapat dan memang seharusnya diaktualisasikan dalam implementasi pendidikan di Indonesia.


(M Surippuddin Abdurochim, guru SMK MedikaCom,Bandung/tribunJabar)

0 komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih Atas Kunjungan Anda Ke Website Kami, Semoga Bermanfaat

#

Terima Kasih Sudah Berkunjung ke Website LSM LISMIT, Semoga Bermanfaat
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...