Masyarakat resah dengan penyimpangan perilaku itu. Saling tuding terhadap pihak yang bertanggung jawab pun tak terelakan.
Menanggapi persoalan tersebut, Menteri Agama (Menag) Suryadharma Ali menilai pergeseran budaya dan pola asuh dalam keluarga tak dipungkiri terjadi. Keluarga kerap melepaskan tanggung jawab pendidikan pada lembaga-lembaga pendidikan. ”Padahal pendidikan pertama anak itu terjadi dalam keluarga. Sehingga keluarga perlu memiliki pola asuh dan pola pendidikan yang sangat kuat,” ujarnya usai mengunjungi pondok pesantren di Jakarta kemarin.
Di zaman dulu, tutur dia, hampir setiap keluarga menerapkan pola pendidikan dan pola asuh yang sama. Itu terlihat dari larangan orang tua kepada anak-anaknya keluar pada malam hari. Tetapi mendorong anak-anak untuk belajar dan lebih banyak melakukan kegiatan di dalam rumah.
Di kalangan keluarga muslim, ketegasan terhadap pendidikan anak dan pola asuh menjelang malam itu sangat kentara di zaman dulu. Hampir setiap rumah mengajak anak-anaknya dan melakukan salat magrib berjamaah. ”Nah inilah yang saya sebut ada pergeseran. Terlalu banyak keluarga yang tak lagi menjaga tradisi baik itu. Tidak ada lagi salat jamaah di rumah dan mengaji,” ucapnya.
Padahal, lanjut dia, tak bisa dielakkan kegiatan salat berjamaah dan mengaji di saat magrib itu punya manfaat banyak. Paling tidak mempu menjaga komunikasi keluarga dan mengendalikan berbagai perilaku menyimpang.
Lebih jauhnya lagi, ungkap Menag, manfaat mengaji dapat menambah ketebalan iman dan keilmuan. Kekuatan itulah yang dapat menjadi benteng dari penyimpangan perilaku pada generasi muda, khususnya remaja. ”Makanya, Kementerian Agama (Kemenag) sangat mendorong program itu. Mengajak keluarga dan remaja untuk bisa memanfaatkan waktu-waktu magrib untuk hal yang lebih positif,” imbuh politisi berkacamata ini.
Dia mengakui kegiatan magrib mengaji di zaman dulu memang perlu diperluas maknanya. Tak lagi sebatas mengaji ayat-ayat suci Alquran saja. Perlu kiranya pula menyisipkan pengetahun-pengetahuan yang kontemporer. Program Magrib Mengaji, perlu dikemas secara menarik. Agar kalangan remaja dapat merasa nyaman mengikuti kegiatan tersebut. Tak merasa sebagai pengekang terhadap keinginan remaja untuk beraktivitas di luar rumah.
”Saya yakin program ini tak dapat berefek langsung pada remaja. Tapi jika dilakukan terus menerus, paling tidak dapat mengurangi aktivitas remaja menjelang magrib di luar rumah,” bebernya.
Program ini tak bisa dilakukan tanpa pendekatan peran pemerintah. Beberapa daerah telah menjadikan kegiatan Magrib Mengaji sebagai bagian dari program pembinaan masyarakat. Ini sangatlah baik dan perlu ditiru. Dengan melakukan upaya bersama, dia percaya generasi muda, terutama kalangan remaja dapat terhindari dari penyimpangan perilaku. Tidak ada lagi kenakalan remaja yang meresahkan para orang tua, apalagi mengarah pada tindak kriminalitas. (www.jpnn.com/lsmlismit)
0 komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda Ke Website Kami, Semoga Bermanfaat