Simak dan renungkan kisah Nabi Ayub ini. Menjelang akhir perjalanan hidupnya, Nabi Ya’qub a.s. mengumpulkan
anak-anaknya. Mereka berkumpul mengelilingi ayah tercintanya untuk mendengarkan
wasiat terakhir. Saat itu, bukan soal rumah, tanah, tabungan, atau vila yang
disebut ayah dari nabi Yusuf a.s. ini. Tapi, tauhid kepada Allah swt.
Allah swt. mengabadikan peristiwa itu dalam firman-Nya di surah Al-Baqarah
ayat 133.
أَمْ كُنتُمْ شُهَدَاء إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ
قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِن بَعْدِي قَالُواْ نَعْبُدُ إِلَهَكَ وَإِلَهَ
آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَقَ إِلَهًا وَاحِدًا وَنَحْنُ لَهُ
مُسْلِمُونَ
“Apakah kalian menyaksikan tatkala Nabi Ya’qub kedatangan tanda kematian,
dia berkata kepada anak-anaknya, ‘Apakah yang kalian sembah sepeninggalku?’
Mereka menjawab, ‘Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu,
Ibrahim, Ismail dan Ishaq, yakni Tuhan yang Esa dan kami hanya tunduk patuh
kepadanya.”
Yang disebut Nabi Ya’qub kepada anak-anaknya adalah ‘maa ta’buduna min ba’di?’, bukan ‘maa ta’kuluna min ba’di?’ Atau apa yang akan kalian sembah sepeninggalku nanti, dan bukan apa yang akan kalian makan setelah aku meninggal nanti?
Di saat momen perpisahan untuk selamanya itu, Nabi Ya’qub ingin memastikan suatu hal yang paling ia khawatiri dari kehidupan kelak anak-anaknya. Yaitu, apa yang akan anak-anaknya sembah. Ia juga ingin memastikan bahwa apa yang selama ini ia ajarkan kepada anak-anaknya benar-benar berdampak kuat hingga ia meninggal dunia.
Keluarga muslim saat ini
Setelah berlalu generasi para nabi, sahabat radhiyallahu ‘anhum ajmain,
para salaf, sampailah di generasi umat Islam saat ini. Keluarga muslim yang
tidak terlindungi oleh kepemimpinan dan kekuasaan Islam. Keluarga muslim yang
berada di negeri sekuler, dan menjadi incaran pembusukan musuh-musuh Islam.
Umumnya yang dipikirkan dan dirisaukan para orang tua di saat akan
berpisah dengan anak-anaknya, tak jauh dari soal harta. Istilah masa depan yang
dipahami umumnya para orang tua buat anak-anaknya hanya terbatas masa depan di
dunia ini saja. “Apa mereka bisa hidup enak? Apa mereka akan punya karir yang
baik? Apa mereka akan punya rumah bagus?” Dan sebagainya.
Orang tua muslim saat ini kurang peduli apakah anak-anak mereka sudah
mampu memahami Alquran yang menjadi pedoman hidup muslim. Bahkan, di antara
mereka lebih khawatir anak-anak tidak bisa berbahasa Inggris daripada tidak
bisa membaca Alquran.
Bahkan mungkin, ketika orang tua mereka meninggal dunia, anak-anak yang
masih muslim ini bingung bagaimana cara mengurus jenazah orang tua mereka.
Karena yang mereka peroleh dari orang tua mereka, tak jauh dari materi dan
kenikmatan hidup.
Perhatikan beberapa hal dalam sebuah keluarga muslim ketika mengalami
penurunan keislaman mereka. Ada pelunturan nama yang diberikan kepada anak-anak
mereka. Mereka tidak lagi memilih nama-nama yang islami, melainkan sekadar
panggilan biasa. Begitu pun dalam busana. Perhatikan ketika tiga generasi
bertemu dalam satu momen: nenek, ibu, dan anak. Sang nenek mengenakan busana
muslimah, si ibu tidak lagi mengenakan kerudung, dan sang anak tanpa ragu
berbusana minim.
Allah mengisyaratkan kejadian seperti ini dalam firman-Nya. Firman Allah
swt. dalam surah Maryam ayat 59.
فَخَلَفَ مِن بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ
وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا
“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan
salat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui
kesesatan.” (Eramuslim)
0 komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda Ke Website Kami, Semoga Bermanfaat